Bolehkah Nabi Beristri Banyak?: Warisan Polemik Skriptural dari Muqātil ibn Sulaymān

Sabābunnuzūl dan tafsiran non-intuitif Saya sedang mencoba mengumpulkan beberapa poin-poin penafsiran yang diwariskan Muqātil ibn Sulaymān (d. 150 H) ke mufasir pada generasi berikutnya. Caranya sederhana saja, jika ada poin penafsiran yang tampak tidak intuitif muncul dalam tafsir Muqātil, saya akan mengecek, memakai Shamela, di kitab-kitab tafsir berikutnya, apakah poin tersebut muncul. Maksud dari penafsiran yang tidak intuitif adalah penafsiran yang tidak secara langsung bisa dipahami dari ayat tersebut. Karena jika dibaca secara apa adanya, tidak ada indikasi kebahasaan tertentu yang menunjukan pemahaman tersebut. Salah satu bentuk penafsiran non-intuitif adalah tafsir berbasis asbābunnuzūl. Satu-satunya jalan untuk mengetahui bahwa sebuah ayat terasosiasi dengan peristiwa tertentu adalah lewat riwayat. Ini berlaku pada tafsir-tafsir klasik dan modern, tak heran jika penafsiran dengan asbābunnuzūl kerap dikategorikan sebagai tafsīr bil-maʾṯūr. Namun ternyata kadang kita...