Asal-Muasal Aksara Arab dan Maklumat Mendasar Ilmu Rasm


Seperti bisa dibaca pada tulisan dengan font Hijāzī di ‘thumbnail’ postingan ini, seri ini bernama Al-Muyassar Fī ʿilmi Rasmi Al-Muṣḥafi Wa Ḍabṭihi.  Nama ini saya ambil dari judul buku Dr. Ganim Qadduri. Buku tersebutlah yang menjadi sumber dan dasar dari semua postingan di seri ini. Karena sudah maklum, saya tidak akan menuliskan referensi kecuali jika ada informasi penting dari sumber lain. Bagi yang ingin mengetahui lebih detail, silakan merujuk ke buku tersebut.

Aksara Arab pada masa Nabi dan Sahabat

Sebelum datangnya Islam, orang-orang Arab mengenal dua macam sistem aksara, yakni sistem aksara al-musnad dan Ḥijāzi. Al-Musnad dikenal juga sebagai sistem aksara Arab Utara yang digunakan oleh penduduk Yaman di masa lalu. Sementara aksara Ḥijāzī adalah aksara yang digunakan di Arab Selatan. Sistem aksara Ḥijāzi inilah yang nantinya digunakan untuk menuliskan al-qurʾān pada masa Nabi dan para sahabat, termasuk standarisasi yang dilakukan oleh Utsman b. Affān.

Dalam tradisi kesarjanaan Islam, terdapat diskusi panjang soal asal-muasal aksara Ḥijāzī. Namun pendapat yang paling kuat, yang didukung oleh temuan-temuan dalam penelitian terkini, adalah bahwa aksara ini merupakan salah satu derivasi dari aksara Nabatean, turunan dari aksara Aramaik kuno. Dari beberapa prasasti kuno, baik dari masa pra-Islam maupun pada masa awal Islam, didapati beberapa kekhasan dalam sistem penulisan aksara Ḥijāzī. Kekhasan ini bisa kita temukan dalam rasm mushaf-mushaf Utsmānī. Kesesuaian ini menguatkan kesimpulan bahwa mushaf awal memang ditulis menggunakan aksara Ḥijāzī.

Di antara kekhasan tersebut adalah tidak adanya tanda-tanda harakat, adanya beberapa huruf dengan bentuk dasar yang sama namun belum dibedakan dengan sistem titik (nqāṭ); huruf-huruf mad, khususnya alif, biasanya tidak dituliskan (ḫaḏf); Alif sering kali dituliskan menggunakan huruf yāʾ pada banyak kata; Tāʾ taʾnīts kadang ditulis menggunakan tāʾ marbūṭah (yang bentuknya menyerupai hāʾ) namun kadang pula menggunakan tāʾ biasa; Huruf-huruf dalam satu kata sering kali dituliskan terpisah di akhir garis jika media penulisannya tidak memungkinkan. Kekhasan lainnya adalah penambahan huruf wāw di akhir nama (ʾism aʿlām), seperti pada kata ʿAmr yang ditulis sebagai ʿain mīm rāʾ wāw.

Beberapa Maklumat Mendasar Terkait Ilmu Rasm

Kata rasm sendiri hanya merupakan salah satu dari beberapa kata bahasa Arab yang bermakna tulisan. Kata lainnya antara lain al-kitābah, al-hijāʾ, dan al-ḫaṭ. Oleh karena itu, buku-buku yang ditulis oleh ulama-ulama mutaqaddimin untuk mendeskripsikan sistem penulisan mushaf biasanya berjudul hijāʾu al-maṣāḥif. Namun lambat laun, istilah rasm menjadi lebih populer. Sementara itu, istilah al-ḫaṭ dalam perkembangannya menjadi khusus digunakan untuk mendeskripsikan penulisan yang mengedepankan nilai seni.

Secara konseptual, rasm bisa dibedakan menjadi dua, al-rasm al-qiyāsī dan al-rasm al-ʾisṭilāḥī. Al-rasm al-qiyāsī adalah sistem penulisan dimana rasm dituliskan sepenuhnya sesuai dengan lafaznya. Sementara itu al-rasm al-ʾisṭilāḥī merujuk secara spesifik kepada sistem penulisan yang digunakan oleh para sahabat untuk menuangkan al-Qurʾān dalam mushaf-mushaf pertama.

Berdasarkan distingsi tersebut, maka ilmu rasm sebagai sebuah subdisiplin dalam ilmu-ilmu al-Qurʾān biasanya didefinisikan sebagai, “sebuah disiplin ilmu untuk mendalami hal ihwal perbedaan sistem rasm mushaf-mushaf Utsmāni dengan sistem al-rasm al-qiyāsī baik perbedaan itu berupa ḥaḏf (adanya huruf yang tidak dituliskan), ziyādatin (penambahan huruf tertentu), badl (penggantian huruf tertentu dengan huruf lainnya), faṣl (penulisan terpisah), waṣl (penulisan tersambung), maupun perbedaan-perbedaan lainnya.  

Dengan demikian, tujuan utama dari Ilmu Rasm adalah untuk menjadi penyerta bagi transmisi tertulis al-Qurʾān, agar rasm mushaf tetap konsisten sebagaimana dulu ia pertama kali dituangkan dalam bentuk tertulis di generasi Nabi dan sahabat. Pada gilirannya ilmu ini juga turut menjadi penyerta penting dalam transmisi oral al-Qurʾān, sebab seperti diketahui, salah satu syarat mutlak sebuah qirāʾāt diterima adalah kesesuaiannya dengan rasm mushaf-mushaf Utsmānī.

Selain tujuan penting tersebut, ilmu rasm juga menjadi bagian dari studi terhadap sejarah aksara tua (paleografi), teknik penulisan (ortografi) maupun ragam cabang kajian linguistik bahasa Arab yang lain. Literatur rasm menjadi data pembanding bagi data-data material berupa prasasti maupun manuskrip yang menjadi bahan kajian paleografi maupun cabang-cabang keilmuan lainnya.   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buya Hamka Tentang Surah Asy-Syu'ara dan Pemusik

Kritik Teks al-Qurʾān (2): Ragam Qirāʾāt, Mushaf Sahabi, dan al-Qurʾān Edisi Kritis

Tafsir Suraʾ al-Fātiḥah Bahasa Duri