Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Mengungkap Kohesi dan Koherensi Al-Qur'an ala M. Abdel Haleem

Gambar
Kenalan dulu ya. Jadi, Muhammad A. S. Abdel Haleem adalah guru besar studi Qur’an asal Mesir yang menyandang gelar OBE (Officer of the Order of the British Empire) dan FCIL (Fellow of the Chartered Institute of Linguists). Beliau menjabat sebagai King Fahd Professor of Islamic Studies di School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London. Salah satu karya fenomenalnya adalah terjemahan al-Qur’an dalam Bahasa Inggris. Terjemahan ini menjadi standar baru di dunia akadmik, menggantikan terjemahan-terjemahan Inggris terdahulu.   Tulisan ini adalah catatan kuliah yang sempat saya ikuti sebagai siswa audit selama kuliah dulu yang sempat saya tulis. Sisanya kebanyakan lupa. Sad! Memahami koherensi dalam Al-Qur'an memerlukan apresiasi yang mendalam terhadap struktur uniknya dan kebiasaan penurunan wahyu. Prof. Abdel Haleem menekankan bahwa di dalam al-Qur’an integrasi gagasan yang mulus tidak bergantung pada perangkat kohesif formal yang umum digunakan oleh penulis moder...

Mengenal dan Memanfaatkan CorpusCoranicum untuk Riset Qur'an dan Tafsir

Gambar
  Pengenenalan Corpus Coranicum  adalah proyek penelitian yang secara sistematis menganalisis manuskrip-manuskrip Qur'an tertua serta mendokumentasikan variasi bacaan ( qirā’āt ) dalam literatur Islam. Proyek ini membuka akses ke manuskrip-manuskrip Qur'an awal dengan gambar dan teks transliterasi. Selain itu, proyek ini menciptakan katalog varian qirā’āt yang terdapat dalam karya-karya tradisi keilmuan Islam. Dengan merinci sejarah teks, proyek ini membuat komentar kronologis menggunakan metode studi sastra dan mengacu pada teks-teks relevan dari Periode Kuno (Antiquity) dan Periode Kuno Akhir (Late Antiquity). Proyek ini menghasilkan publikasi daring (open access) yang mengumpulkan data teks dan lainnya dari empat basis data yang berbeda: Qur'anic Manuscripts, Variant Readings, Texts from the World of the Qur'an, dan sebuah "Komentar". Ini mencakup gambar manuskrip Qur'an, transliterasi Bahasa Arab, variasi bacaan, komentar, terjemahan Jerman dari ...

Gaza bukan Penjara, Serbuan Israel bukan Tragedi: Strategi Kebahasaan dalam Perjuangan Palestina

Gambar
Ketika mesin-mesin jagal Israel mulai dipanaskan menyusul kegagalan militer mereka pada 7 Oktober lalu, [1] ragam komentar tentang isu Palestina pun menyeruak. Di dalam komentar-komentar itu, kerap ditemukan frasa-frasa yang menjadi semacam meme : fenomena kebudayaan yang menyebar dari pembicara ke pembicara lainnya dengan tujuan yang belum tentu sama. Seorang mengucapkannya, lalu media mengutipkanya, dan orang-orang lain pun latah mengulangnya. Begitu seterusnya. Salah satu dari frasa memetic itu adalah; Gaza is the largest open-air prison in the world, Gaza adalah penjara terbuka terbesar di dunia”. Mulai dari utusan PBB, politis Barat, hingga Angelina Jolie turut menggunakan istilah ini. Banyak yang memakainya sebagai deskripsi betapa miris kondisi masyarakat Gaza yang telah terblokade sejak dua decade ini. Lainnya mungkin sekedar deskripsi saja. Sebab, memang begitulah keadaan Gaza. Ekspresi “Gaza adalah penjara” berangkat dari rasa iba dan mungkin keberpihakan. Namun tidak begitu...

Studi Qirāʾāt di Barat: Dari Wansbrough dan Burton ke Bukti-Bukti Manuskrip

Gambar
  Wansbrough dan Burton Setelah era ‘early’ ini, Shah beralih ke generasi berikutnya yang diwakili oleh   John Wansbrough (d. 2002)   and John Burton (d. 2005). Keduanya meneliti qira’at dalam konteks penelusuran mereka pada proses konsolidasi teks al-Qur’an sebagai textus receptus. Menariknya, dua John ini sampai pada dua kesimpulan yang berbeda drastis. Manakala Wansbrough mengakhirkan kemunculan al-Qur’an sebagai teks stabil, Burton malah menariknya langsung kepada Nabi Muhammad. Kemunculan al-Qur’an sebagai teks yang stabil bagi Wansbrough muncul lebih belakangan dari waktu yang disebutkan di dalam narasi tradisional. Ia melacak proses tersebut melalui analsis pada ragam literatur, salah satunya tafsir. Untuk kepentingan ini Wansbrough mengkategorisasikan tafsir menjadi   haggadic (naratif) , halakhic (hukum) , masoretic (leksikal) , rhetoric dan allegoric. Kelimanya muncul secara kronologis. Nah, karena bahasan soal qira’at ia identifikasi sebagai elemen d...

Peta Studi Qirāʾāt di Barat : Tesis dan Asumsi 'geng' Geschichte des Qorāns

Gambar
Mustafa Shah adalah pengajar studi Islam dengan fokus utama pada tradisi gramatikal Arab dan Kalam di SOAS London. Meski demikian, ia juga cukup aktif dalam jagad studi Qur’an dan telah menulis beberapa artikel studi Qur’an yang tentunya kaya dengan analisis   atas pergulatan gramatikal dan teologis dalam konteks tafsir. Bagi yang ingin mendalami keterkaitan historis-filosofis tafsir dan kedua domain tersebut, tulisan Shah cukup bergizi. Menurut saya setidaknya. Salah satu kontribusi terkini dan cukup penting dari Shah dalam studi Qur’an adalah keterlibatannya sebagai co-editor The Oxford Handbook of Qur’anic Studies. Selain menjadi editor, ia juga menuliskan beberapa entri, salah satunya tentang qira’at, topik yang memang lekat dengan area riset Shah. Tulisan tersebut ditampilkan sebagai survei yang deskriptif, tapi sebenarnya di sana sini, ia menunjukan aspek-aspek problematik dari tesisi yang ia tampilkan. Ya, mungkin tepat jika disebut pemetaan kritis. Meskipun penekanannya ...

Hijrah Menurut AGH Quraisy Shihab: Peneguhan Akidah Berbasis Ilmu Pengetahuan

Gambar
Selamat datang 1445 Hijriyah! Dari namanya saja, sistem penanggalan umat Islam ini tidak bisa dilepaskan dari hijrah, baik sebagai peristiwa sejarah maupun sebuah konsep. Lagipula, konsepsi kita tentang hijrah tentu tidak mungkin lepas dari peristiwa hijrahnya Baginda Rasulullah; normativitas dan historistas selalu berjalin kelindan. Keterjalinan ini bisa dilihat dari pemaparan Anregurutta Quraisy Shihab tentang hijrah. So, dalam rangka menyambut tahun baru ini, tampaknya menarik menyimak pemaparan beliau tentang Hijrah. Beliau tentu sudah membahas panjang lebar soal hijrah; menggalinya sebagai peristiwa fundamental dalam sejarah Islam dan membangunnya menjadi konsep yang koheren. Namun tulisan singkat ini hanya akan mengkliping dua poin saja dari pemparan beliau. Kliping karena saya tidak akan banyak ber-ta’liq apalagi ber-hasyiyah ria. Dua poin ini akan ditampilkan relatif apa adanya. Keduanya diambil dari Tafsir al-Mishbah, magnum opusnya yang belakangan ini sedang saya akrabi. ...

Wacana Kolonial dalam Studi Al-Qur’an dan Tafsir

Gambar
  Dari  Iqtida’ al-ghalib  ke Wacana Kolonial Sejarawan dan perintis ilmu sosial, Ibnu Khaldun, menyatakan bahwa pengalaman dikuasai oleh bangsa lain akan memiliki efek kepada kedirian pada suatu bangsa. Menurutnya, bangsa yang tertakluk ( maghlub ) akan tergiring untuk mengikuti penakluknya ( al-ghalib ) mulai dari cara berpakaian hingga cara berpikirnya. Kecendrungan ini, menurut Ibnu Khaldun, muncul karena mereka yang kalah cenderung menganggap pihak yang mengalahkannya sebagai bangsa yang lebih unggul. Oleh karena itu, mereka kemudian terdorong untuk meniru penakluknya agar juga bisa menjadi bangsa unggul. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa bangsa yang kalah itu bahkan gagal melihat sebab-sebab eksternal dari kekalahan mereka. Si bangsa kalah benar-benar yakin bahwa ia kalah sebab memang bangsa yang menaklukannya itu sangat sempurna. Ketika ini terjadi, menurut Ibnu Khaldun, maka bangsa kalah akan benar-benar terpesona dan patuh seperti seorang anak kecil kepada bapak...