Ayat al-Qur’an: Definisi, Jumlah, dan Hirearki Keutamaannya


 

Telah disebutkan bahwa "surah" merujuk kepada suatu unit kalimat-kalimat al-Qur'an yang memiliki nama tersendiri. Surah yang paling pendek terdiri dari tiga ayat. Artinya, ayat adalah unit terkecil dari al-Qur'an. Jadi apa definisi ayat dalam ilmu Ushul Al-tafsir? Bait ini menjawabnya.

وَالَآيَةُ الطَّائِفَةُ المَفْصُولَهْمِنْ كَلِمَاتٍ مِنْهُ وَالْمَفْضُولَهْ

مِنْهُ عَلَى القَوْلِ بِهِ كَتَبَّتِوَالفَاضِلُ الَّذْ فِيهِ مِنْهُ أَتَتِ

Ayat adalah sekelompok kata dalam Al-Quran yang dipisahkan oleh sejumlah fashilah, jamaknya fawashil alias pemisah. Fawashil berada di akhir setiap ayat. Di dalam mushaf moderen, kita bisa dengan mudah menandai setiap fashilah tersebut karena ada simbolnya yang jelas. Namun sebenarnya, ada sub disiplin tersendiri di dalam al-Quran dimana letak fawashil tersebut didiskusikan dengan seru. Perbedaan dalam menentukan jumlah ayat dalam satu surah, atau jumlah keseluruhan ayat al-Quran muncul dari dinamika tersebut.

Pada dasarnya, sebagaimana setiap surah dan namanya, fawashil juga bersifat tawqifi. Nabi sendirilah yang mengajarkannya. Bahkan, sebagian ulama berpendapat bahwa istilah fashilah ini sebenarnya diisyaratkan di dalam al-Qur'an. Persisnya, surah Hud ayat 1:

الۤرٰ ۗ كِتٰبٌ اُحْكِمَتْ اٰيٰتُهٗ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَّدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍۙ

Diajarkan langsung oleh Nabi bukan berarti tidak akan ada perbedaan di dalamnya. Memangnya cara salat diajarkan siapa? Tetap saja ada ikhtilaf di dalam detail-detail praktik salat umat Islam. Terkadang muncul perbedaan di antara para sahabat dalam memahami pengajaran Nabi tersebut. Namun perbedaan-perbedaan tersebut tidak membuat al-Qur’an cacat sebab tidak berakibat pada penambahan atau pengurangan isinya.

Ada pula ulama yang menyatakan bahwa penentuan fashilah mungkin saja dilakukan dengan qiyas; terbuka ijtihad di sini. Tentu selagi penentuan itu tidak mengurangi atau menambahi isi al-Quran. Namanya ijtihad, tentu harus berdasarkan ilmu dan dlakukan di dalam koridor-koridor keilmuan yang ketat. Tidak asal-asalan. Apalagi sekedar mencari angka cantik.

Faktanya memang terjadi ikhtilaf ulama tentang jumlah ayat sejumlah surah serta jumlah ayat Al-Quran seluruhnya. Salah satu pendapat yang dipegangi adalah riwayat dari Ibnu Abbas bahwa jumlah keseluruhan ayat al-Quran adalah 6616 ayat. Meskipun ada beberapa perhitungan lainnya, tapi sebagaimana disebutkan oleh ad-Dani ulama sepakat bahwa ayat al-Quran berjumlah 6200 lebih. Mereka hanya berselisih tentang berapa lebihnya itu.

Selain berbicara tentang definisi ayat dan hal ihwal fawashil, bait ini juga mengangkat tema tentang perbedaan keutamaan setiap ayat al-Qur’an. Seperti yang disebutkan di dalam nazham “al-mafdhulatu ‘ala al-qauli bihi”. Di antara ulama ada yang menyatakan bahwa ada ayat-ayat al-Qur’an yang mafdhul (kalah mulia), fadhil (lebih utama), dan afdhal (paling utama). Nama-nama besar yang mendukung pendapat ini di antaranya adalah Ibnu Abdi Salam, Ishaq Ibnu Rahawaih, al-Baihaqi, dan Ibnul ‘Arabi. Memang ada juga ulama yang menolak adanya hirearki keutamaan ayat-ayat al-Qur’an seperti Imam Malik.

Posisi yang mendukung adanya hirearki keutamaan ayat al-Qur’an lebih kuat karena memang didukung oleh berbagai riwayat dimana Rasulullah saw secara eksplisit menyebutkan sebuah ayat atau kumpulan ayat sebagai lebih utama dari yang lain. Salah satunya misalnya dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim diceritakan bahwa Rasulullah saw bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang ayat al-Qur’an yang paling mulia (a’zham). Ketika sahabat mulia itu membacakan Ayat Kursi, Rasulullah saw menepuk dadanya seraya mendoakan beliau. Artinya ia benar, Ayat Kursi memang memiliki posisi yang lebih istimewa.

Penyebab keutamaan Ayat Kursi – dan mengapa surah al-Lahab dianggap mafdhul  - disebutkan oleh bait ini:

مِنْهُ عَلَى القَوْلِ بِهِ كَتَبَّتِوَالفَاضِلُ الَّذْ فِيهِ مِنْهُ أَتَتِ

Ayat Kursi lebih mulia sebab di ayat tersebut Allah berkalam tentang Dzat dan Sifat-Nya. Dengan kata lain, ayat tentang tauhid. Bandingkan dengan al-Lahab (tabbat) yang berisi kutukan kepada dua makhluk-Nya yang durhaka bernama Mr. Abu Lahab dan Mrs. Abu Lahab. 

Selain karena kandungannya (1) (madlulat) yang berupa tauhid, ayat-ayat al-Qur’an juga memiliki posisi mulia karena (2) mengamalkannya lebih baik daripada mengamalkan ayat lainnya dan membawa manfaat yang lebih basar bagi manusia. Maka, ayat-ayat hukum lebih utama dari ayat-ayat kisah. (3) Ada ayat yang lebih mulia sebab mereka yang membacanya mendapatkan lebih dari sekedar pahala tilawah atau tadabbur; membaca Ayat Kursi misalnya, tidak hanya diganjar pahala tapi juga mendatangkan perlindungan Allah dari hal-hal yang ditakutkan oleh si pembaca. Dari keterangan ini, maka bisa dikatakan urutan ketuamaan ayat-ayat al-Qur’an adalah seperti ini; ayat -ayat  akidah à ayat-ayat hukumà ayat-ayat kisah. [1]

 



[1] Ini faidah dari guru kami Ust. Nur Fajri Ramadhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buya Hamka Tentang Surah Asy-Syu'ara dan Pemusik

Kritik Teks al-Qurʾān (2): Ragam Qirāʾāt, Mushaf Sahabi, dan al-Qurʾān Edisi Kritis

Mengenal Klasifikasi Gaya Penulisan Manuskrip al-Qurʾān Pada Empat Abad Pertama Hijriyah